***** Dzuzant's *****

"Tanpa Berkarya, Sungguh Kita Telah 'Mati'"

Legenda Celurit Madura

Posted by dzuzant pada Februari 27, 2010

Oleh: Dedy Susanto

Ketika mendengar atau membaca tentang celurit, pikiran kita langsung terbayang pada hal-hal yang mengerikan, perkelahian (carok), dan pembunuhan dan lain sebagainya. Sesungguhnya banyak perkara baik, karena frame otak kita selalu negatif, maka dianggap buruk. Di mata masyarakat, terutama masyarakat luar daerah, citra celurit sudah terlanjur jelek. Bahkan tak sedikit orang yang menyalahgunakan senjata berbentuk lengkung ini untuk melakukan tindakan-tindakan  kriminal.
Sejatinya, senjata tradisional ini merupakan senjata andalan komunitas masyarakat Madura yang memiliki makna dan arti tersendiri. Masyarakat Madura biasa membawa celurit kemana pun mereka pergi. Bagi mereka celurit merupakan bagian dari nafas kehidupan yang tak dapat dipisahkan dari empunya.
Sebagai senjata andalan, celurit memiliki sejarah tersendiri dalam legenda yang dikenal luas masyarakat Madura. Ada dua versi sejarah kemunculan celurit. Versi pertama menyebutkan, sejarah celurit berawal dari Keraton Sumenep semasa Tumenggung Ario Notokusumo I pada 1762 M.
Andira, seorang peneliti celurit, menyebutkan senjata ini hanya koleksi Keraton Sumenep yang tersimpan di keraton dengan senjata-senjata yang lain seperti; keris, tombak, pedang, baju besi, serta Al-Qur’an dalam ukuran besar dan kecil.
Sedangkan versi kedua yang cukup popular dalam masyarakat –menurut Sukron Ma’mun, pengamat kebudayaan- adalah legenda Pak Sakera. Konon, Pak Sakera adalah seorang mandor tebu dari Pasuruan yang sering membawa celurit saat bertugas.
Beliau juga seorang santri yang taat menjalankan ajaran agama, jujur dan memiliki kecintaan yang sangat besar terhadap nasib bangsanya. Dalam salah satu sumber disebutkan bahwa Pak Sakera termasuk orang yang sering memberontak terhadap penjajah Belanda.
Karena sikapnya itu, penjajah Belanda merasa posisinya terancam. Penjajah Belanda pun menyusun rencana untuk menjatuhkan citra Pak Sakera. Belanda mengadu domba dengan masyarakat Blater (jagoan). Blater merupakan orang-orang bawahan Belanda untuk melawan orang pribumi. Dengan dipersenjatai celurit (senjata kesayangan Pak Sakera) oleh Belanda, kelompok Blater ini  sering melakukan carok (perkelahian). Hal ini dimaksudkan untuk merusak citra Pak Sakera sebagai orang jahat yang suka berkelahi dengan menggunakan celurit.
Sukron Ma’mun mengatakan, bagi masyarakat pribumi celurit dicitrakan sebagai simbol keberanian, ketegaran, dan lambang perlawanan terhadap kesewenang-wenangan. Adapun penjajah Belanda mencitrakan celurit sebagai senjata para jagoan dan penjahat.
Sebagai senjata legendaris, celurit memiliki makna yang mendalam. Pertama, bentuknya yang menyerupai (?) tanda tanya, menandakan karakteristik orang Madura yang ingin selalu tahu dan mengerti berbagai hal. Orang Madura selalu haus terhadap ilmu pengetahuan, kehidupan dan fenomena yang terjadi di sekitarnya.
Hal ini bisa dilihat dari kebiasaan orang Madura yang suka merantau, baik untuk mendalami ilmu, terutama ilmu agama, maupun karena kepentingan lainnya.
Kedua, celurit merupakan simbol tulang rusuk laki-laki yang hilang, karenanya ia selalu dibawa ke mana-mana. Biasanya celurit ditaruh  di pinggang sebelah kiri. Sekalian untuk senjata membela diri jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Celurit sebagai simbol perlawanan, memiliki multi-makna “melawan” dalam berbagai bentuk keterbelakangan, kemiskinan, dan kebodohan yang merupakan penyakit sosial. Hanya saja pada perkembangan selanjutnya, celurit dipergunakan sebagai senjata untuk melumpuhkan lawan.

Timoer Bandung, 2010

Satu Tanggapan to “Legenda Celurit Madura”

  1. ari said

    pak sakera bukan dari pasuruan …..beliau rakyat asli madura

Tinggalkan komentar